Chen/Jia adalah peraih medali perak Olimpiade Tokyo 2020, yang akan bertemu dengan peraih medali emas, Apriyani, yang kali ini berpartner dengan Fadia. Matsumoto/Nagahara adalah juara dunia dua kali, sementara, Pearly/Thinaah adalah juara Commonwealth Games.
Greysia Polii, mentor tim ad hoc PBSI untuk Paris 2024 yang turut hadir dalam pemusatan latihan tim bulu tangkis Indonesia di Chambly, Prancis, sempat menyinggung peluang Apri/Fadia di fase grup. Ia meyakini, peluang sangat terbuka. "Kalau dari persaingan ganda putri, menurut saya peringkat satu sampai ke Apri/Fadia itu sama rata. Tinggal bagaimana Apri/Fadia harus bisa mengaplikasikan semua yang sudah dipelajari, yang sudah didapat pada latihan ke lapangan," jelas Greysia melalui siaran pers Humas PP PBSI, Minggu (21/7) petang WIB.
"Orang bilang, Apri/Fadia di grup yang tidak enak. Tapi ini Olimpiade dan semua memang yang terbaik. Peluang selalu terbuka," tuturnya.
Sementara, memasuki hari ke-8 pemusatan latihan tim bulu tangkis Indonesia jelang Paris 2024 di Chambly, Apri/Fadia dan kawan-kawan terus menajamkan pola dan strategi. Tradisi pemusatan latihan jelang Olimpiade bagi tim bulu tangkis "Merah Putih" telah dimulai sejak Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Saat itu, kota São Paulo dipilih menjadi markas skuad Indonesia.
Berlanjut ke Olimpiade Tokyo 2020 yang digelar pada 2021 karena pandemi Covid-19. Kala itu, kota Kumamoto ditunjuk sebagai tempat persiapan akhir. Dari dua edisi tersebut, "Merah Putih" sukses menyumbang dua medali emas. Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir (Owi/Butet) di Rio 2016 dan Greysia Polii/Apriyani Rahayu di Tokyo 2020.
Waktu berlalu dan Paris 2024 tinggal enam hari ke depan. Dalam perjalanannya, Tontowi/Liliyana dan Greysia kembali ke suasana Olimpiade dengan tugas yang berbeda. Greysia mengaku masih merasa dirinya sebagai atlet saat masuk dalam tim Olimpiade Paris 2024 ini. "Saya, saat undian ganda putri keluar masih ada tegangnya. Mungkin karena masih merasa menjadi bagian dari tim Olimpiade sebagai atlet," canda Greysia.
"Memang masih menjadi bagian tapi tugasnya yang berbeda. Lebih kepada bagaimana cara jadi pendukung yang baik buat anak-anak. Itu yang lebih ditekankan sekarang," tambah mantan atlet ganda yang baru saja merilis buku biografinya yang diberi titel Menembus Garis Batas.
Greysia juga menyampaikan, semua yang akan berlaga di Olimpiade harus terus merenungkan tujuan. "Saat training camp seperti ini, anak-anak harus kembali menguatkan fokus tujuan mereka ke sini itu untuk apa," ujar Greysia.
"Saya pernah bilang, saat latihan berekspektasi lah setinggi-tingginya tapi tapi ketika sudah bertanding, lupakan semua dan fokus pada permainan. Semoga anak-anak bisa menerapkan itu semua," harapnya.
Pengalaman menantang dialami Greysia menjelang Olimpiade Tokyo 2020. Cerita ini diharapkan bisa menginspirasi semua atlet. "Di Tokyo 2020 ketika masih dalam keadaan pandemi Covid-19, tiga bulan sebelum pelaksanaan, saya dan semua tim masih bertanya-tanya, ini jadi tidak Olimpiade? Diundur lagi atau batal? Atau seperti apa?" Greysia, menuturkan.
"Semua serba tidak pasti membuat persiapan kami sempat turun. Kami seperti melawan lawan yang tidak terlihat. Akhirnya saya dan Apri mengutamakan latihan mental terlebih dahulu. Psikis kami ditempa agar bisa melepaskan tekanan yang sedang kami hadapi saat itu," ujarnya.
Saat memasuki training camp, Greysia mengalami stres yang tinggi. Namun, ia berhasil melewatinya. "Di Kumamoto level stres kami naik 100 persen. Mau bertemu orang yang bahkan satu tim saja takut, di kamar juga stres dengan hal yang sama," ungkap Greysia.
"Latihan mental yang tadi saya bilang benar sangat membantu dalam mencari hiburan dan merilekskan pikiran," tambahnya.
Greysia juga berujar, "Training camp ini sangat penting karena sebagai manusia biasa, normal merasa jenuh dengan tempat latihan yang sama sepanjang tahun. Dengan training camp, suasana bisa kembali fresh tapi tetap dengan fokus yang tinggi." Selain itu, tim bisa lebih kompak. Suasana itu pada akhirnya bisa saja menentukan feel di lapangan."