Sayonara Tokyo, Bonjour Paris

Para ganda putri peraih medali Olimpiade Tokyo 2020 (Foto: BADMINTONPHOTO/Shi Tang)
Para ganda putri peraih medali Olimpiade Tokyo 2020 (Foto: BADMINTONPHOTO/Shi Tang)
Internasional ‐ Created by EL

Jakarta | Usai sudah Olimpiade Tokyo 2020, pesta olahraga empat tahunan yang tertunda setahun lantaran pandemi membelenggu bumi. Inilah Olimpiade bersejarah yang sulit dilupakan. Untuk dapat bertanding di Tokyo 2020, 11.090 atlet dari 205 kontingen wajib melalui protokol kesehatan yang tak bisa ditawar. Sunyi, tanpa kehadiran penonton di stadion. Di luar stadion pun tak sedikit warga Jepang yang menolak Tokyo 2020 dengan alasan berpotensi menjadi kluster penularan Covid-19.

Pro dan kontra di Negeri Sakura tersebut juga menular ke para atlet dalam mengatur jadwal berlatih. Belum lagi masalah kekhawatiran terjangkit virus korona jenis baru ini, terutama pada hari-hari terakhir jelang keberangkatan ke Jepang. Kompleksitas Tokyo 2020 semakin nyata setelah para atlet wajib menjalani protokol kesehatan yang super ketat.

Hendra Setiawan, semifinalis ganda putra Tokyo 2020 bersama Mohammad Ahsan, positif Covid-19 sekitar tiga pekan sebelum berangkat ke Jepang pada 8 Juli. Atlet berusia 36 tahun ini cemas. Tiket Olimpiade yang mereka peroleh melalui perjalanan panjang terancam lenyap gara-gara virus SARS-CoV-2.

Berkat tekad untuk sembuh dan daya tahan tubuh kuat, bapak tiga anak ini cepat pulih. Hendra dinyatakan sembuh kurang dari dua pekan setelah kali pertama dinyatakan positif Covid-19. Namun, ia belum dinyatakan klir! Ada lagi kewajiban untuk menjalani tes Covid-19 selama tiga hari berturut-turut, mengacu pada peraturan dari otoritas Jepang.

Pada artikel "Menanggalkan Beban Pikiran demi Indonesia" di Kompas, Rabu (4/8), dituliskan, Hendra diliputi ketegangan hebat. "Sepanjang hari Minggu 4 Juli, sehari jelang tenggat pendaftaran nama atlet), saya tegang banget menunggu hasil. Takut tiba-tiba hasilnya masih positif," tuturnya.

Cerita peraih medali emas Beijing 2008 ini, bisa jadi juga pernah dialami oleh para olimpian lainnya yang hendak berangkat ke Tokyo. "Kalau itu terjadi, nama saya masih bisa dicoret meskipun sudah didaftarkan," Hendra, menambahkan.

Dengan berbagai macam kontroversi jelang penyelenggaraan, akhirnya, Tokyo 2020 dapat dilangsungkan. Selama 17 hari digelar, masyarakat dunia melalui layar kaca maupun gawai menyaksikan beragam momen persaingan kelas dunia di gelanggang olahraga. Tak terkecuali orang-orang Indonesia, yang terpukau dengan pencapaian atlet-atlet kebanggaannya di cabang angkat berat dan bulu tangkis.

Di Tokyo 2020, Indonesia meraih lima medali dengan rincian satu keping medali emas, satu perak, dan tiga perunggu. Dua medali perunggu dari cabang angkat berat. masing-masing disumbangkan oleh lifter berusia 19 tahun, Windy Cantika Aisyah, setelah tampil di kelas 49 kg putri, serta Rahmat Erwin Abdullah (73 kg putra). Sementara medali perak untuk kelas 61 kg diraih oleh lifter veteran Eko Yuli Irawan.

Sementara, medali emas bagi Indonesia diraih ganda putri Greysia Polii/Apriyani Rahayu, setelah mengalahkan pasangan Tiongkok Chen Qing Chen/Jia Yi Fan, dengan dua gim langsung 21-19, 21-15. Momen ini yang membuat masyarakat Indonesia larut dalam perasaan haru bercampur bangga atas prestasi dua atlet gemblengan pelatih Eng Hian tersebut.

Anthony Sinisuka Ginting menjadi pengoleksi medali terakhir bagi kontingen Indonesia di Tokyo 2020. Medali perunggu diraih atlet bulu tangkis kelahiran Cimahi, Jawa Barat itu, setelah menang atas tunggal putra Guatemala, Kevin Cordón, juga dengan dua gim langsung, 21-11, 21-13.

Bulu tangkis masih mendominasi perolehan medali, sejak kali pertama Indonesia mengikuti Olimpiade pada tahun 1952 di Helsinki, Finlandia. Jurnalis A. Ainur Rohman melaui akun Twitter-nya mencuitkan, "Dalam Sejarah #Olympics Indonesia meraih: 8 emas: semua dari #Badminton, 14 perak: 6 #Badminton 7 #Weightlifting 1 #Archery, 15 perunggu: 7 #Badminton 8 #Weightlifting."

Wartawan olahraga ini juga berkicau mengenai catatan peringkat Indonesia di Olimpiade sejak kali pertama memperoleh medali pada tahun 1988 (peringkat - emas, perak, perunggu):

Seoul 1988: 36 (0, 1, 0)
Barcelona 1992: 24 ( 2, 2, 1)
Atlanta 1996: 41 (1, 1, 2)
Sydney 2000: 38 (1, 3, 2)
Athena 2004: 48 (1, 1, 2)  
Beijing 2008: 40 (1, 1, 4)
London 2012: 60 (0, 2, 1)
Rio 2016: 46 (1, 2, 0)
Tokyo 2020: 55 (1, 1, 3)

Menelisik prestasi Indonesia di ajang olahraga multi-cabang tersebut, tiga cabang olahraga, yakni bulu tangkis, angkat berat, dan panahan, perlu kembali dijadikan fokus utama pembinaan jelang Paris 2024. Terlebih, pasca-Tokyo 2020, bulu tangkis tetap tercatat selaku penyumbang keping emas terbanyak bagi Indonesia dengan delapan medali.

Sepanjang pergelaran Tokyo 2020, masyarakat Indonesia telah menyaksikan betapa bulu tangkis mampu mengangkat pamor Indonesia di mata dunia melalui arena olahraga. Begitu pula dengan kemunculan olimpian-olimpian muda di cabang olahraga angkat berat, para penerus prestasi Eko Yuli Irawan. Pandemi Covid-19 tak mampu memudarkan semangat para atlet untuk terus mengharumkan nama bangsa di pentas dunia.

Sayonara Tokyo, Bonjour Paris!