Christian juga menyebut, kemungkinan di Piala Thomas-Uber 2016, Praveen/Debby belum bisa meraih sukses besar. Tapi, dua tahun mendatang keduanya bisa meraih sukses serupa Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir asalkan mampu membuktikan bahwa mereka bisa bertahan dari tekanan sebagai pemain elite dunia.
Christian yang berhasil memboyong pemainnya meraih emas Olimpiade sebagai pelatih, yakni Olimpiade 1996 di Atlanta (Ricky Subagja/Rexy Mainaky) dan di Olimpiade 2008 Beijing (Markis Kido/Hendra Setiawan) itu menambahkan, sukses Praveen/Debby jadi sisi positif yang luar biasa yang menandakan regenerasi dan pembinaan pebulutangkis pelapis di kategori ganda campuran berjalan baik.
"Mereka sekarang mau tidak mau bakal jadi sasaran lawan untuk dikalahkan. Kalau mereka bisa bertahan dan tembus level dunia, artinya mereka bisa dikatakan levelnya sama (dengan Tontowi/Butet). Pembuktian itu yang ditunggu. Tapi, kalau setelah juara prestasi menukik, mereka tidak kuat dengan tekanannya mau bilang apa," tegas Christian.
Saat ini, Christian berharap para pemain junior maupun pelapis harus bisa mengubah mindset mereka untuk tidka terus-menerus berlindung kepada seniornya. Sebaliknya, para pelapis harus bisa membuktikan bahwa mereka bisa menyamai bahkan lebih baik dari prestasi seniornya.
Tak hanya itu, Praveen/Debby juga harus bisa menyesuaikan setiap pertandingan dengan level yang pernah keduanya tampilkan seperti di All England. Turnamen yang akan diikuti juga harus lebih selektif dalam memilih turnamen, jangan sampai ikut di turnamen yang levelnya di bawah permainan mereka sebagai elite atlet.
"Ini akan menggangu program (kalau mereka ikut turnamen yang levelnya di bawah). Semua kembali kepada pelatih dan PP (Pengurus Pusat). Kalau turnamen itu levelnya di bawah tapi ada kaitannya dengan Olimpiade dan mencari poin, itu bisa saja," pungkasnya.



