Cerita Melati Ketika Belajar dari Kekalahan

Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti (Indonesia).
Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti (Indonesia). (Foto: PBSI)
Nasional ‐ Created by Bimo Tegar

Jakarta | Pebulutangkis spesialis ganda campuran Indonesia, Melati Daeva Oktavianti berbagi sedikit cerita ketika ia belajar dari empat kekalahan di partai final sepanjang 2019 lalu. Berpasangan dengan Praveen Jordan, 2019 boleh dibilang menjadi tahun yang berat sekaligus tak terlupakan bagi Praveen/Melati.

Ya, tahun lalu, meski harus menelan kekalahan di empat laga final pada kejuaraan India Open 2019 BWF World Tour Super 500, New Zealand Open 2019 BWF World Tour Super 300, Australian Open 2019 BWF World Tour Super 300 dan Japan Open 2019 BWF World Tour Super 750, namun Praveen/Melati mampu membayar kontan ‘hutangnya’ dengan menyabet gelar juara di Denmark Open 2019 BWF World Tour Super 750 dan French Open 2019 BWF World Tour Super 750 dalam dua pekan sekaligus.

Bahkan di penghujung tahun, Praveen/Melati juga sukses merebut medali emas di ajang SEA Games 2019 Filipina. “Kalau dibilang gampang, pastinya nggak gampang bisa sampai di titik seperti ini, prosesnya panjang. Tapi kekalahan-kekalahan itu dijadikan pelajaran saja, apa sih kurangnya, di mana sih salahnya, masa sudah empat kali final nggak tembus-tembus (juara, red). Dari situ kita coba latihan lebih keras lagi, komunikasinya diperbaiki lagi dan saling introspeksi,” ungkap Melati Daeva Oktavianti.

“Akhirnya usaha dan perjuangan kita tembusnya di Denmark Open. Minggu depannya di Paris (Juara French Open, red). Pokoknya banyak belajar deh dari sebelum-sebelumnya. Bayangin dulu kita empat kali ke final tapi belum bisa juara. Sampai saya sempat dijuluki miss runner up. Tapi saya nggak mau ambil pusing soal itu (julukan miss runner up, red), buat lucu-lucuan saja,” sambungnya dalam perbincangan di Instagram live bersama @badminton.ina.

Tahun ini, Praveen/Melati yang menduduki peringkat empat dunia sukses meraih gelar juara All England 2020 BWF World Tour Super 1000. Di partai final, Praveen/Melati berhasil mengandaskan perlawanan ganda campuran Thailand, Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai dengan skor 21-15, 17-21 dan 21-8.

Ketika ditanya soal idola, Melati mengatakan bila dirinya tidak terpaku pada satu sosok saja. “Saya nggak punya satu idola yang jadi panutan. Tapi saya ambil kelebihan-kelebihan dari beberapa pemain. Misalnya cik Butet (Liliyana Natsir) dan cik Debby (Susanto). Mereka punya kelebihannya masing-masing, dan itu yang saya ambil dan pelajari dari kelebihan mereka,” jawabnya.

“Ada satu pesan dari cik Butet yang selalu saya ingat sampai sekarang. Dulu dia (Liliyana Natsir) pernah bilang kalau saya harus percaya diri, percaya sama kemampuan sendiri. Kalau sudah di lapangan jangan takut nggak boleh ragus dan harus yakin,” lanjutnya bercerita.

Sebagai ganda campuran nomor satu Indonesia, Praveen/Melati tentunya menjadi andalan Merah Putih di ajang Olimpiade Tokyo 2020 tahun depan. Untuk itu, Melati berharap bisa memberikan yang terbaik untuk Indonesia di Olimpiade tahun depan. “Kalau saya pribadi, semua pasti maunya dapat emas. Tapi target untuk Olimpiade tahun depan, maunya dapet medali, apapun itu. Syukur-syukur kalau bisa emas, amin,” harap Melati menutup perbincangan.