“Ini kan tidak boleh dilihat dari satu sisi saja. Banyak kepentingan. Karena PBSI di bawah BWF, apa pun keputusannya pasti diikuti. Tapi, sebelum itu, tentu harus ada musyawarah. Apakah mau setuju atau tidak setuju,” ujar Herry Iman Pierngadi dikutip dari Jawapos.com.
Meski tetap santai menanggapi wacana tersebut, namun Herry mengatakan tetap ada beberapa hal yang mesti menjadi pertimbangkan bila BWF benar-benar menerapkan sistem 11 poin 5 babak. Ia juga menegaskan kalau pihaknya siap-siap saja dan akan lebih mempersiapkan anak-anak didiknya untuk beradaptasi. Sebab, program latihan yang nanti Herry susun, tentunya akan ikut terpengaruh.
Menurut Herry, sistem poin 11 x 5 ini kunci utamanya adalah proses pemanasan. Setiap pemain harus benar-benar dalam kondisi siap atau sudah panas. Sebab, pertandingan akan berlangsung sangat singkat, berbeda dengan sistem poin 21 x 3 yang durasinya relatif lebih lama. “Buat pemain yang telat panas, itu (11 x 5) problem banget. Menyiasatinya, warming up harus lama,” tuturnya.
Lebih lanjut Herry mengatakan, bila demikian, artinya BWF dan panitia pelaksana turnamen wajib menyiapkan lapangan pemanasan. “Tapi, untuk turnamen yang kecil, kadang tidak ada. Itulah salah satu faktor yang harus dipikirkan sebelum BWF mengambil keputusan. Mereka cuma memutuskan di atas kertas. Namun, orang yang menjalaninya di lapangan yang menemui banyak kendala,” tegasnya.
Terkait wacana perubahan sistem poin 11 x 5, Heery IP juga pastinya bakal mengubah pola latihan. Dengan 11 poin, Herry menilai jika pemain harus lebih cepat dari sebelumnya. Baik dari segi antisipasi maupun reaksi. “Perubahan akan jauh lebih banyak ke game teknik. Bukannya fisik nggak perlu. Hanya, persentasenya bisa 60–70 persen lebih ke arah teknik,” tandasnya.