(Jelang Olimpiade Rio 2016) Perburuan Medali Emas di Olimpiade Ketiga Butet

Liliyana Natsir
photo : @INABadminton
Nasional ‐ Created by TIF

JAKARTA - Segambreng prestasi yang telah diraih Liliyana Natsir belum juga membuatnya puas, termasuk menggondol medali perak Olimpiade 2008 Beijing bersama Nova Widianto. Kini, di usianya yang sudah tidak lagi muda, pebulutangkis yang akrab disapa Butet itu masih terus haus memboyong prestasi gemilangnya di kancah internasional.

Butet adalah pebulutangkis putri terbaik Indonesia di tahun 2000-an. Pemain kelahiran Manado, 9 September 1985 ini sudah puluhan kali membuat nama Indonesia digaungkan di level internasional. Mulai dari penampilannya di ganda putri bersama Vita Marissa di mana keduanya menjuarai China Masters 2007 dan Indonesia Open 2008 sampai pindah ke nomor ganda campuran di mana dia bertahan hingga saat ini.

Kini, bersama Tontowi Ahmad, Butet juga menjadi salah satu tumpuan dan harapan tim bulutangkis Indonesia di berbagai event internasional. Padahal, awalnya dipasangkannya Butet dengan Tontowi dimaksudkan untuk mengangkat prestasi Tontowi yang lebih muda.

Dengan membimbing Tontowi yang kala itu masih minim pengalaman, Liliyana berhasil membuat duet mereka menjadi momok menakutkan bagi para ganda campuran papan atas. Sebut saja penguasa podium juara ganda campuran kala itu, Zhang Nan/Zhao Yunlei (Tiongkok), Xu Chen/Ma Jin (Tiongkok), Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen (Denmark) kerapkali dibuat takluk oleh Tontowi/Liliyana. Pasangan ini juga mencetak sejarah baru sebagai ganda campuran pertama di Indonesia yang mampu mencetak hattrick di All England 2012, 2013 dan 2014.

Di Kejuaraan Dunia 2013 yang kala itu berlangsung di kandang Tiongkok, Tontowi/Liliyana berhasil keluar dari ‘keroyokan’ wakil tuan rumah dan di final menekuk Xu/Ma di hadapan publik Tiongkok. Sebuah perjuangan yang sangat luar biasa dipertontonkan oleh pasangan Indonesia, hingga kini, laga heroik ini terus menjadi perbincangan di kalangan pecinta bulutangkis Tanah Air.

Sering berada di puncak, bukan berarti ia tak pernah merasakan pahitnya menelan kekalahan. Liliyana adalah seorang sosok perempuan yang kuat. Jelang Olimpiade, prestasinya sempat menurun dan beberapa kali kalah dari pemain yang tak diunggulkan dan menjadi pukulan untuknya, tapi tak ada kamus menyerah bagi Liliyana. Kegigihan Tontowi/Butet dibuktikan dengan gelar di Malaysia Open Super Series Premier 2016.

"Liliyana adalah sosok yang pantang menyerah. Kalau kalah dari lawannya, dia pasti sudah punya rencana untuk membalas. Biasanya kalau habis kalah, saya tidak menelepon dia, karena menjaga perasaannya, tunggu saja beberapa hari pasti dia yang akan telepon saya. Lalu Liliyana bilang kalau di turnamen selanjutnya akan bertemu lawan yang mengalahkan dia dan bertekad akan balas kekalahannya," kata Ibunda Butet, Auw Jin Chen.

Butet mengakui dirinya punya sifat yang tidak mau kalah, tidak gampang puas dan selalu haus akan prestasi. Hal itu yang membuatnya bisa bertahan tampil di tiga edisi Olimpiade sebagai top player. Keinginannya sederhana, yakni bisa membuat keluarga dan Indonesia bangga dengan prestasi yang dicapainya.

Liliyana merupakan satu-satunya pebulutangkis putri Indonesia yang lolos ke kualifikasi tiga olimpiade, hebatnya lagi, Liliyana terus menempati posisi sebagai top player. Pada olimpiade Beijing 2008, Nova/Liliyana adalah pasangan ganda campuran terbaik dunia dan menempati posisi puncak pada daftar unggulan. Empat tahun kemudian di London, bersama Tontowi keduanya tampil sebagai unggulan keempat. Tahun ini di Rio de Janeiro, Brasil dia menjadi peringkat ketiga dunia.

Tampil konsisten di jajaran pemain kelas dunia di tengah ketatnya kompetisi dan terjangan pemain-pemain muda bukanlah suatu hal yang mudah. Seorang Liliyana berhasil mengatasi tantangan tersebut dan setidaknya selama 12 tahun ia tak tergeser dari deretan top player. Asa besar yang terus diburunya hingga sekarang yaitu mempersembahkan medali emas Olimpiade 2016 buat Ibu Pertiwi, Indonesia.

"Tentunya besar harapan untuk meraih emas di Olimpiade ketiga saya ini. Mendekati Olimpiade, saya memang tidak mau bicara banyak. Talk less, do more. Bukannya pelit ngomong ya, tetapi dengan begini saya merasa bisa lebih tenang dan fokus menuju pertandingan. Tak lupa saya mohon doa dan dukungan masyarakat Indonesia," pungkas Butet.